Sabtu, 08 Oktober 2016

Benar-benar bukan

Nak kalau kamu ga sekolah ntar mau jadi apa?

Separuh hidup sudah aku habiskan di bangku pendidikan, saat ini pun masih sama. Sebuah pembelajaran yang dibungkus dengan keagamaan.

Entah mana yang benar, terus diam dan mengikuti alur perjalanan yang benar-benar bukan atas dasar kemampuan, juga bukan karna kesenangan tapi tidak lain karena keadaan.

Setahun yang lalu, keputusan telah aku buat. Sarjana, itulah tujuanku. Awalnya aku tidak ingin melanjutkan pendidikan akademis lagi. Cukup sudah 12 tahun bertemu dengan buku. Ketidak percayaanku dengan pendidikan di negeri ini, itulah salah satu alasanku.

Apa yang salah di negeri ini? Tidak, tidak ada yang salah di negeri ini hanya saja di negeri lain yang lebih benar.

Faktanya di negeri ini, para guru juga termasuk dosen selalu membanggakan apa yang di kerjakan atau mengakui kemajuan dari negara lain. Terutama di bidang pendidikan. Lalu apa yang harus di banggakan wong sing ngajar ngomonge wis ninggiin jepang "penjajah" amerika, slandia baru dsb. Niatnya sih sebagai tolak ukur.

Aku ingat, dulu seorang guru pernah berkata, untuk apa jadi sarjana, sarjana juga banyak yang jadi pengagguran? Maka dari itu sarjana saja banyak yang ngaggur apa lagi cuma tamat SMA.

Tapi nyatanya 400.000 lulusan sarjana menjadi pengagguran. Perbandingannya 4:1 dengan lulusan SMA/SMK yang mengaggur. Tentu ini pendapat yang aku karang sendiri. Biar pembaca yang budiman survey sendiri saja.

Selain itu, aku sadar aku tidak begitu pintar terutama pada yang namanya hafalan. Kalau soal ngafal butuh waktu lama, karna itu pengujian yang paling tidak aku suka adalah hafalan. Sangat sulit. Untuk menghafal nama orang saja butuh waktu yang lama. Sangat sulit menutupi kelemaham tersebut, mempunyai daya ingat yang sangat rendah.

Dulu waktu masih duduk di bangku SMK, ketika guru menyuruh untuk menghafal sesuatu rasanya ada tekanan dan ketakutan yang aku rasakan. Aku benci pengujian seperti itu. Menakutkan, sehingga aku pernah mundur sebelum mencoba.

Ah aku merasa bodoh dan muncul sebuah ketakutan jika suatu saat mendapat gelar sarjana aku tidak mampu untuk mempertanggung jawabkan gelar tersebut. Apa ini pemikiran pecundang? My be. Lalu kalau sudah mendapatkan gelar kamu mau jadi apa? Pilihannya hanya 2, berdiri sendiri atau berdiri be 2, hehe abaikan, itu maksudnya masih mau kerja sama orang lain atau membuka lapangan pekerjaan bagi dirimu sendiri dan orang lain. Tujuan pendidikan itu menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya sendiri dan orang lain.

Setelah menimbang semua argument yang tidak jelas sumbernya, akhirnya aku memutuskan untuk kulia. Aku harus kulia kelak 5 tahun yang akan datang bisa jadi ijasah yang aku punya tidak bisa digunakan lagi. Itulah yang aku pikirkan saat memutuskannya. Dari pada merasa takut dengan hal yang belum pasti terjadi. Aku lebih takut menjadi pecundang.

Tapi karna faktor keadaan yang tidak mendukung untuk kuliah, aku memilih kuliah akhir pekan agar bisa sambil kerja. Jadi karyawan juga jadi mahasiswa. Fokus pada pekerjaan karena biaya bergantung pada pekerjaan.

Kini 3 semeter berjalan. Dooor, bius itu kembali. Benar benar bukan sesuatu yang "baik-baik saja". Dari system pengajaran, materi, waktu, keuangan, perasaan "ini bagian baper", mendadak lumpuh. Terbius hingga tak dapat berkata lagi. Sampai tertidur hingga bermimpi. Dari kehilangan pekerjaan hingga semua terasa sulit.

Apa keyakinanku masih belum bisa dikatakan konsisten?
Bodohnya yang tidak bisa melihat besar badai yang akan menghancurkan segalanya di depan.

Katanya sekolah di setiap tempat itu sama saja, yang membedakan adalah pribadi masing-masing. Siapa yang bersungguh-sungguh maka akan berhasil.  Sayangnya kenyataan tak semudah membaca kata-kata.

Kegelisahan yang saat ini terasa tidak bisa lagi deceritakan dengan pasti. Mungkin ini tingkat stres yang sangat menekan. Daya tahan tubuh lemah karena kurang tidur. Tidur pun tak nyenyak. Kegelisahan saat berada dalam sepi seperti saat malam sebelum tidur. Kamar berantakan persis seperti suasana hati. Gigitan nyamuk  yang menjadi teman sepanjang malam. Mulut yang sudah berhari-hari terasa pahit.

Siapa yang tau kalau akhirnya bakalan begini ceritanya. Keadaan yang sangat sulit. Sudahlah, biar waktu yang akan menjawab semuanya. Jika harus berakhir dengan memutuskan pendidikan aku akan ikhlas, tapi jika ada kesempatan aku ingin terus maju.

Aku berharap apapun keadaannya biarkan aku bahagia. Karena semua ini sangat menyedihkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar